Udara Kering Tingkatkan Penularan Flu
Kuman-kuman (istilah umum) lebih menentukan lingkungan yang sejuk, kering dan bebas dari sinar Ultraviolet.
Bagi kuman-kuman flu, cuaca panas dan lembab sangat tidak bersahabat. Menurut dua penelitian baru, hal tersebut melemahkan tenaga mereka, mengurangi waktu di mana mereka bisa menular.
Walaupun belum diketahui mengapa virus-virus flu sangat sensitif terhadap panas dan kelembaban, kedua hasil penelitian menyoroti kondisi-kondisi yang sanggup membantu dan mendukung penularan yaitu faktor-faktor yang bisa dicegah dengan mengontrol aspek-aspek lingkungan dalam rumah.
Suatu studi laboratorium mengukur berapa usang virus flu burung yang sangat patogenik masih bisa menular. Para ilmuwan menempatkan sejumlah virus teridentifikasi ke banyak sekali permukaan di luar ruangan di sebuah peternakan ayam. Unggas telah dianggap sebagai sumber dari jenis flu burung yang mematikan ini.
Para peneliti mengambil sampel baik pada suhu kamar atau di lingkungan cuek yang menyerupai pendingin dapur. Kelembaban relatif juga berbeda dari yang rendah antara 15 dan 46 persen hingga yang tinggi melebihi 90. Kondisi-kondisi ini "bukan tak biasa di beberapa belahan negara kami (AS)," kata rekan peneliti Joseph Wood dari Environmental Protection Agency in Research Triangle Park, N.C.
Partikel-partikel virus tidak tetap menular lebih dari sekitar satu hari pada suhu kamar dan kelembaban tinggi, berdasarkan laporan tim peneliti Wood dalam naskah yang dipublikasikan lewat internet pada tanggal 3 September di Environmental Science & Technology. Ketika para peneliti menurunkan suhu dan kelembabannya, terjadi perubahan tiba-tiba. Virus tersebut tetap bisa menular selama empat hari pada tinja atau feses, dan hingga selesai penelitian (13 hari) pada gelas, logam dan tanah. Malahan, insinyur lingkungan mencatat, kecuali pada tinja, "Hampir tak ada virus yang mati. Hal itu sedikit membingungkan."
Beberapa sampel tak terlindung dari gelombang sinar ultraviolet atau ultraungu matahari. Pada permukaan yang tidak berpori-pori, virus-virus tersebut mati dalam waktu satu hari. Akan tetapi virus-virus yang tak terlindung dari UV bertahan selama dua hingga empat hari dalam tinja dan tanah. "Bahkan pada cuaca cerah tak banyak efek besar lengan berkuasa dari sinar UV," kata Wood, mungkin alasannya ialah virus-virus tersebut sanggup terkubur dalam celah-celah di mana virus itu terlindung dari UV.
Penelitian kedua mensimulasikan dampak-dampak pelembab ruangan terhadap ketahanan partikel-partikel virus di udara. Jumlah basil permulaan didasarkan pada jumlah partikel virus yang dimuntahkan ke udara dikala penderita flu batuk, berbicara atau hanya bernafas yang sebelumnya telah diukur oleh tim peneliti. Suhu udara dan kondisi uap lembab disimulasikan menyerupai keadaan demam isu cuek dikala demam isu flu meningkat dan kelembaban ruang menurun.
Di rumah-rumah dengan sistem udara buatan, jumlah virus udara dalam ruangan menurun hampir 20 persen dikala pelembab udara dipakai dan kurang lebih sepertiga dalam ruangan-ruangan dengan pemanas radiator. (Perbedaannya: kipas pada rumah-rumah yang memakai tungku mencampur udara lebih banyak, menipiskan uap lembab yang disalurkan oleh pelembab ke udara ruangan lainnya). Penemuan itu dipublikasikan dalam naskah yang diposkan melalui internet pada tanggal 3 September di Environmental Health.
Analisa ini merupakan salah satu dari yang pertama mendasarkan perbandingan udara lembab diktatorial daripada sekadar kelembaban relatif. Menurut klarifikasi Jeffrey Shaman dari Universitas Negarabagian Oregon di Corvallis, kelembaban relatif membandingkan massa air di udara kepada titik jenuhnya yaitu keadaan di mana uap lembab akan mulai menjadi hujan atau mengakibatkan kabut. Namun, alasannya ialah relatif, situasi ini berubah seiring dengan suhu udara. Pada kelembaban relatif 50 persen 40° Fahrenheit, udara hanya mengandung seperempat air yang menguap di udara pada suhu 80° F. Namun, kelembaban diktatorial mengukur massa air yang menguap di udara tanpa kaitan dengan temperatur atau suhu.
Berbagai studi sejak tahun 1940an telah mengindikasikan bahwa temperatur dan kelembaban memegang peranan dalam ketahanan virus flu. "Akan tetapi hubungannya tidak kuat," kata Shaman. "Hubungannya tidak selalu konsisten."
Dalam suatu naskah tahun 2009, dia dan Melvin Kohn dari Bagian Kesehatan Oregon mengatakan bahwa mengontrol jumlah udara lembab menyerupai dalam laporan analisa virus flu sebelumnya ke kelembaban diktatorial "nampaknya menjelaskan hampir keseluruhan perubahan ketahanan hidup virus di udara yang ada di laboratorium." Pengukuran kelembaban relatif sebelumnya menjelaskan hanya 12 persen variasi rasio penularan flu dan 36 persen keinkonsistensian dalam ketahanan hidup virus, ujar Shaman.
Pelembab udara bisa menjadi alat penting untuk mereduksi ketahanan hidup virus influenza di rumah," kata para peneliti dalam naskah gres Environmental Health.
Jangan bahagia dulu, kata Peter Palese dari Pusat Kesehatan Mount Sinai di kota New York. Menghilangkan bahkan dalam jumlah signifikan (sepertiga) virus di udara, meninggalkan sisanya yang cukup untuk mengakibatkan penyakit. Lebih lagi kalau orang tidak hati-hati, kelebihan kelembaban pada suatu bangunan bisa membuat persoalan gres yaitu pertumbuhan jamur.
Akan tetapi Shaman yang merupakan seorang ilmuwan atmosferik yang mempelajari efek-efek uap lembab dan temperatur pada penyakit menular, yakin bahwa bukan tak mungkin menghilangkan 30 persen partikel flu di udara ada gunanya.
Persyaratan wabah flu untuk tetap bertahan ialah setiap orang yang terinfeksi harus menularkan rata-rata lebih dari satu orang tambahan. Umumnya, jumlah tersebut merata sekitar 1,4 penularan tambahan. Namun bukan mustahil memotong jumlah partikel-partikel virus menular dalam ruangan 20 atau 30 persen bisa mengurangi jumlah rata-rata orang yang sakit flu lebih kurang dari satu. "Setelah itu," kata Shaman, wabah tersebut "akan hilang."
"Hal itu berakhir pada permainan angka," katanya. Hal itu juga mengatakan pentingnya pencatatan uji lapangan untuk mengukur tingkat di mana perubahan sedang waktu menular partikel-partikel virus bisa mempengaruhi penularan penyakit.
Kategori Terkait:
Bagi kuman-kuman flu, cuaca panas dan lembab sangat tidak bersahabat. Menurut dua penelitian baru, hal tersebut melemahkan tenaga mereka, mengurangi waktu di mana mereka bisa menular.
Walaupun belum diketahui mengapa virus-virus flu sangat sensitif terhadap panas dan kelembaban, kedua hasil penelitian menyoroti kondisi-kondisi yang sanggup membantu dan mendukung penularan yaitu faktor-faktor yang bisa dicegah dengan mengontrol aspek-aspek lingkungan dalam rumah.
Suatu studi laboratorium mengukur berapa usang virus flu burung yang sangat patogenik masih bisa menular. Para ilmuwan menempatkan sejumlah virus teridentifikasi ke banyak sekali permukaan di luar ruangan di sebuah peternakan ayam. Unggas telah dianggap sebagai sumber dari jenis flu burung yang mematikan ini.
Para peneliti mengambil sampel baik pada suhu kamar atau di lingkungan cuek yang menyerupai pendingin dapur. Kelembaban relatif juga berbeda dari yang rendah antara 15 dan 46 persen hingga yang tinggi melebihi 90. Kondisi-kondisi ini "bukan tak biasa di beberapa belahan negara kami (AS)," kata rekan peneliti Joseph Wood dari Environmental Protection Agency in Research Triangle Park, N.C.
Partikel-partikel virus tidak tetap menular lebih dari sekitar satu hari pada suhu kamar dan kelembaban tinggi, berdasarkan laporan tim peneliti Wood dalam naskah yang dipublikasikan lewat internet pada tanggal 3 September di Environmental Science & Technology. Ketika para peneliti menurunkan suhu dan kelembabannya, terjadi perubahan tiba-tiba. Virus tersebut tetap bisa menular selama empat hari pada tinja atau feses, dan hingga selesai penelitian (13 hari) pada gelas, logam dan tanah. Malahan, insinyur lingkungan mencatat, kecuali pada tinja, "Hampir tak ada virus yang mati. Hal itu sedikit membingungkan."
Beberapa sampel tak terlindung dari gelombang sinar ultraviolet atau ultraungu matahari. Pada permukaan yang tidak berpori-pori, virus-virus tersebut mati dalam waktu satu hari. Akan tetapi virus-virus yang tak terlindung dari UV bertahan selama dua hingga empat hari dalam tinja dan tanah. "Bahkan pada cuaca cerah tak banyak efek besar lengan berkuasa dari sinar UV," kata Wood, mungkin alasannya ialah virus-virus tersebut sanggup terkubur dalam celah-celah di mana virus itu terlindung dari UV.
Penelitian kedua mensimulasikan dampak-dampak pelembab ruangan terhadap ketahanan partikel-partikel virus di udara. Jumlah basil permulaan didasarkan pada jumlah partikel virus yang dimuntahkan ke udara dikala penderita flu batuk, berbicara atau hanya bernafas yang sebelumnya telah diukur oleh tim peneliti. Suhu udara dan kondisi uap lembab disimulasikan menyerupai keadaan demam isu cuek dikala demam isu flu meningkat dan kelembaban ruang menurun.
Di rumah-rumah dengan sistem udara buatan, jumlah virus udara dalam ruangan menurun hampir 20 persen dikala pelembab udara dipakai dan kurang lebih sepertiga dalam ruangan-ruangan dengan pemanas radiator. (Perbedaannya: kipas pada rumah-rumah yang memakai tungku mencampur udara lebih banyak, menipiskan uap lembab yang disalurkan oleh pelembab ke udara ruangan lainnya). Penemuan itu dipublikasikan dalam naskah yang diposkan melalui internet pada tanggal 3 September di Environmental Health.
Analisa ini merupakan salah satu dari yang pertama mendasarkan perbandingan udara lembab diktatorial daripada sekadar kelembaban relatif. Menurut klarifikasi Jeffrey Shaman dari Universitas Negarabagian Oregon di Corvallis, kelembaban relatif membandingkan massa air di udara kepada titik jenuhnya yaitu keadaan di mana uap lembab akan mulai menjadi hujan atau mengakibatkan kabut. Namun, alasannya ialah relatif, situasi ini berubah seiring dengan suhu udara. Pada kelembaban relatif 50 persen 40° Fahrenheit, udara hanya mengandung seperempat air yang menguap di udara pada suhu 80° F. Namun, kelembaban diktatorial mengukur massa air yang menguap di udara tanpa kaitan dengan temperatur atau suhu.
Berbagai studi sejak tahun 1940an telah mengindikasikan bahwa temperatur dan kelembaban memegang peranan dalam ketahanan virus flu. "Akan tetapi hubungannya tidak kuat," kata Shaman. "Hubungannya tidak selalu konsisten."
Dalam suatu naskah tahun 2009, dia dan Melvin Kohn dari Bagian Kesehatan Oregon mengatakan bahwa mengontrol jumlah udara lembab menyerupai dalam laporan analisa virus flu sebelumnya ke kelembaban diktatorial "nampaknya menjelaskan hampir keseluruhan perubahan ketahanan hidup virus di udara yang ada di laboratorium." Pengukuran kelembaban relatif sebelumnya menjelaskan hanya 12 persen variasi rasio penularan flu dan 36 persen keinkonsistensian dalam ketahanan hidup virus, ujar Shaman.
Pelembab udara bisa menjadi alat penting untuk mereduksi ketahanan hidup virus influenza di rumah," kata para peneliti dalam naskah gres Environmental Health.
Jangan bahagia dulu, kata Peter Palese dari Pusat Kesehatan Mount Sinai di kota New York. Menghilangkan bahkan dalam jumlah signifikan (sepertiga) virus di udara, meninggalkan sisanya yang cukup untuk mengakibatkan penyakit. Lebih lagi kalau orang tidak hati-hati, kelebihan kelembaban pada suatu bangunan bisa membuat persoalan gres yaitu pertumbuhan jamur.
Akan tetapi Shaman yang merupakan seorang ilmuwan atmosferik yang mempelajari efek-efek uap lembab dan temperatur pada penyakit menular, yakin bahwa bukan tak mungkin menghilangkan 30 persen partikel flu di udara ada gunanya.
Persyaratan wabah flu untuk tetap bertahan ialah setiap orang yang terinfeksi harus menularkan rata-rata lebih dari satu orang tambahan. Umumnya, jumlah tersebut merata sekitar 1,4 penularan tambahan. Namun bukan mustahil memotong jumlah partikel-partikel virus menular dalam ruangan 20 atau 30 persen bisa mengurangi jumlah rata-rata orang yang sakit flu lebih kurang dari satu. "Setelah itu," kata Shaman, wabah tersebut "akan hilang."
"Hal itu berakhir pada permainan angka," katanya. Hal itu juga mengatakan pentingnya pencatatan uji lapangan untuk mengukur tingkat di mana perubahan sedang waktu menular partikel-partikel virus bisa mempengaruhi penularan penyakit.
Kategori Terkait:
0 Response to "Udara Kering Tingkatkan Penularan Flu"
Post a Comment